Bengkel Teater
Kalian anak sastra, harus hafal paling tidak 2/3 puisi. Teruslah belajar dan berlatih. Malu itu wajar yang ga wajar adalah ketika kalian udah ga punya malu
Selama 3 hari 2 malam kami bergabung bersama Komunitas Celah-Celah Langit atau biasa disebut dengan Komunitas CCL. Di hari pertama kedatangan kami, kami disambut hangat oleh pendiri dari komunitas tersebut, yaitu Bapak Iman Soleh. Kami diceritakan bagaimana sejarah kota Ledeng dan daerah-daerah lain sekitar Ledeng oleh beliau. Di hari kedua kami mulai diajarkan latihan dasar teater, kami ditugaskan untuk berlari mengelilingi Universitas Pendidikan Indonesia(UPI) yang memang jaraknya tidak jauh dari tempat Komunitas CCL berada.
Setelah itu kami diajarkan untuk melatih vokal dan fokus/konsetrasi. Latihannya dengan menggunakan permainan yang memang mengharuskan kami untuk terus fokus dan berkonsentrasi, tak sedikit dari kami yang banyak melakukan kesalahan karena kurang fokus dan konsentrasi. Kebiasaan buruk kami adalah ketika ada yang melakukan kesalahan, kami akan menertawakannya. Tetapi di sana kami diajarkan untuk tidak melakukan itu. Jika salah perbaiki, jika gagal coba lagi. Latihan teater itu melatih kecepatan dan ketepatan. Kami juga harus terbiasa membaca, menulis, dan mendengar.
Awalnya hanya Bapak Iman dan beberapa anggota komunitas CCL yang mengajarkan kami, tetapi semakin siang semakin banyak anggota komunitas CCL dari Universitas lain disekitar Ledeng ikut bergabung dan berlatih bersama kami. Kami sempat merasa malu dan minder karena kehadiran mereka. Tapi lama kelamaan kami akrab dan mereka membantu kami dalam berlatih.
“Kalian anak sastra, harus hafal paling tidak 2/3 puisi. Teruslah belajar dan berlatih. Malu itu wajar yang ga wajar adalah ketika kalian udah ga punya malu”
Kami ditugaskan untuk mencari pasangan dan menulis tentang barang yang berharga untuk pasangan kami. Setelah itu Bapak Iman memerintahkan kami untuk membaca tulisan yang telah kami buat. Tulisan yang awalnya biasa saja tetapi ketika ditampilkan harus seperti membaca puisi, diberi emosi dan dengan intonasi dan pelafalan yang tepat.
Satu persatu dari kami maju untuk membacakan tulisan kami. Banyak dari kami yang merasa kesulitan ketika membacakannya. Kami harus menjiwai tulisan yang kami buat, kami harus merasakan apa yang pasangan kami rasakan terhadap barang berharga milik mereka.
Pak iman berkata “yang dilihat penonton itu, bukan kalian. Tapi peran yang kalian mainkan”
Setelah latihan yang melelahkan, kami disuguhi nasi liwet khas sunda yang dimasak langsung oleh istri Bapak Iman. Kami makan bersama dengan semua anggota CCL yang hadir pada saat itu dan itu membuat suasana semakin hangat, nyaman dan kekeluargaan.
Latihan kami ditutup dengan penampilan dari beberapa anggota CCL yang akan tampil pada waktu dekat. Bapak Iman berpesan kepada kami “Kalian anak sastra, harus hafal paling tidak 2/3 puisi. Teruslah belajar dan berlatih. Malu itu wajar yang ga wajar adalah ketika kalian udah ga punya malu”